Jumat, 07 Oktober 2011

Memahami Kisah Al-Quran

Makalah ini tidak bermaksud untuk memasuki medan falsafah sejarah dengan segala alirannya. Yang akan dibahas di sini bukan sejarah dalam arti sekadar catatan peristiwa, tetapi tafsiran, makna dan ikhtibar sesuatu peristiwa. Pendekatan ini serasi dengan gaya al-Qur’an yang apabila membicarakan sesuatu peristiwa, ia tidak memberikan rincian tentang tanggal dan saat terjadinya. Yang dipaparkan adalah tafsirannya, termasuk pengajaran dan petunjuk buat khalayaknya. Pendekatan al-Qur’an umumnya bersifat holistic, artinya, yang menjadi sorotan dalam al-quran tidak terpusat hanya pada gerak adegan lahiriah di pentas sejarah, tetapi menerobos hingga ke pendalaman jiwa pelaku-pelakunya.

Sejarah juga bukan peristiwa-peristiwa kebetulan, yang tidak dapat difahami hujung pangkal sebab dan akibatnya. Sesuatu peristiwa sejarah tidak terjadi secara sewenang-wenang, tetapi berlaku menurut aturan tetap ketuhanan, aturan Ilahi yang terjelma dalam hukum sebab akibat. Itulah yang dinamakan sunnatullah, undang-undang Tuhan yang tidak berubah. Apabila segala faktor telah terkumpul, maka berlakulah kehendak Allah. Memang perilaku manusia sendiri merupakan faktor utama terjadinya peristiwa sejarah, bagaimanapun penentunya bukanlah faktor-faktor itu sendiri. Penentu yang mutlak adalah kehendak Allah. Kerana itulah apabila al-Qur’an memaparkan sesuatu peristiwa sejarah yang ditonjolkan adalah kehadiran Allah, kudrat dan iradat-Nya.
Al-Qur’an adalah sumber petunjuk bagi manusia. Petunjuk-petunjuk Ilahi itu disampaikan dengan pelbagai cara. Sebahagiannya dengan secara langsung berbentuk perintah dan larangan. Tetapi tidak sedikit pula yang disampaikan secara tidak langsung. Misalnya menerusi kisah dan sejarah. Ini bererti fungsi kisah dan sejarah dalam al-Qur’an bukan untuk lipur lara atau sekadar untuk diketahui (knowledge for the sake of knowledge), tetapi untuk menyampaikan mesej petunjuk. Al-Qur’an banyak sekali membawakan ayat-ayat yang mengajak khalayaknya merenung untung nasib umat terdahulu sambil menilai diri dengan keinsafan bahawa nasib yang sama dapat menimpa siapa saja yang memiliki ciri dan faktor yang sama.
Kerelevanan al-Qur’an adalah universal dan abadi. Dengan demikian petunjuk-petunjuk dari kisah dan sejarah dalam al-Qur’an senantiasa relevan kapanpun dan di manapun. Memang tabiat manusia tetap sama, tidak berubah di sepanjang zaman. Demikianlah misalnya kedurjanaan dan petualangan manusia apabila merasa kecukupan, merasa serba mampu kerana memiliki kekayaan dan kekuasaan.
            Watak-watak dalam al-Qur’an seperti Namrud, Fir’aun, Qarun dan lain-lainnya, sebagai individu memang semuanya merupakan watak-watak masa lalu yang sudah ribuan tahun menghilang dari pentas sejarah. Tetapi watak-watak manusia yang mirip atau persis seperti mereka akan sentiasa bermunculan di sepanjang zaman. Dengan ungkapan lain, fenomena sosial-budaya kenamrudan, kefir’aunan dan keqarunan mungkin timbul dari masa ke semasa dengan berbagai bentuk dan variasi.
Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala, “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu.” (QS.Yusuf/12:3). Hal ini, kerana ia mencakup tingkatan kesempurnaan paling tinggi dalam capaian balaghah dan keagungan maknanya.
Kisah al-Qur’an juga merupakan kisah paling bermanfa’at sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS.Yusuf/12:111). Hal ini, kerana pengaruhnya terhadap perbaikan hati, perbuatan dan akhlaq amat kuat.
Kisah al-Qur’an terbagi menjadi 3 jenis:
1.      Kisah mengenai para nabi dan Rasul serta hal-hal yang terjadi antara mereka dan orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir.
2.      Kisah mengenai individu-individu dan golongan-golongan tertentu yang mengandungi pelajaran. Kerananya, Allah mengisahkan mereka seperti kisah Maryam, Luqman, orang yang melewati suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya (seperti tertera dalam surat al-Baqarah/2:259), Dzulqarnain, Qarun, Ash-habul Kahf, Ash-habul Fiil, Ash-habul Ukhdud dan lain sebagainya.
3.      Kisah mengenai kejadian-kejadian dan kaum-kaum pada masa Nabi Muhammad saw seperti kisah perang Badar, Uhud, Ahzab (Khandaq), Bani Quraizhah, Bani an-Nadhir, Zaid bin Haritsah, Abu Lahab dan sebagainya.
Banyak sekali hikmah yang dapat dipetik dari kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran, di antaranya, adalah :
a.       Penjelasan mengenai hikmah Allah ta’ala dalam kandungan kisah-kisah tersebut, sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran). Itulah suatu hikmat yang sempurna, maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka).” (al-Qamar/54:4-5)
b.      Penjelasan keadilan Allah ta’ala melalui hukuman-Nya terhadap orang-orang yang mendustakan-Nya. Dalam hal ini, firman-Nya mengenai orang-orang yang mendustakan itu, “Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, kerana itu tiadalah bermanfa’at sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan.” (QS. hud/11:101)
c.       Penjelasan mengenai karunia-Nya berupa diberikannya pahala kepada orang-orang beriman. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing.” (QS. Al-qamar/54:34)
d.      Hiburan bagi Nabi saw atas sikap yang dilakukan orang-orang yang mendustakannya. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku.” (QS.fathir/35:25-26)
e.       Cadangan bagi kaum Muslimin dalam hal keimanan di mana dituntut agar tegar menghadapinya bahkan menambah frekuensinya sebab mereka mengetahui bagaimana kaum Mukminin terdahulu selamat dan bagaimana mereka menang saat diperintahkan berjihad. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala, “Maka Kami telah memperkenankan doanya dari menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikian itulah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS.al-Anbiya’/21:88) Dan firman-Nya yang lain, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS.ar-Rum/30:47)
f.       Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam kekufuran. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memerhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS.muhammad/47:10)
g.      Menetapkan risalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, sebab berita-berita tentang umat-umat terdahulu tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini.” (QS.Hud/11:49) Dan firman-Nya, “”Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (iaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” (Ibrahim/14:9)
Diantara kisah-kisah Al-Quran yang dapat dijadikan pelajaran dalam menelaah adalah kisah yang terdapat pada Surah Al-Baqarah : 251, 252, 258 dan Suarah An-Nisa : 171 yang akan dipaparkan di bawah ini.






KISAH THALUT DAN JAALUT
(Surah Al-Baqarah : 251-252)
 Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”.
 Itu adalah ayat-ayat dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus”.
Ketika orang-orang beriman (golongan Thalut) dengan jumlah yang minim, menghadapai musuh mereka (golongan Jalut) dengan jumlah yang sangat banyak, meminta bantuan kepada Allah swt agar diberikan kesabaran dan kettapan hati dalam menghadapai musuh serta menjauhkan mereka dari kelemahan dan rasa takut maupun kabur dari medan pertempuran serta memohon bantuan agar diselamatkan dari orang-orang kafir, maka Allah memberikan bantuan dan Nabi Daud berhasil membunuh Jalut.
Dalam sebuah cerita Israiliyyat (mengada-ada) dikisahkan bahwa Daud membunuh Jalut dengan melemparkan tombak. Talut telah menjanjikan Daud jika berhasil membunuh Jalut maka Talut akan menikahkan anaknya dengan Daud, mendapatkan bagian atau peran dalam segala urusan pemerintahan. Sehingga “Wa Ataahullahul mulka” Allah memberikan Daud kekuasaan yang ada pada Talut serta “Alhikmata” atau kenabian setelah Samuel.
Ayat-ayat Al Qur'an memberi gambaran kepada kita tentang kondisi Bani Israel dalam satu masa kehidupannya di tanah suci Palestina. Dimana saat itu mereka berada dalam masa-masa yang kelam; teraniaya dan menjadi tujuan penyerangan musuh-musuhnya. Sialnya, musuh-musuh mereka dapat mencuri "Tâbut" yang di dalamnya Allah telah memberikan perasaan tenang kepada mereka. Tabut itu merupakan satu-satunya peninggalan dari keluarga Musa dan keluarga Harun As.
Bani Israel sepenuhnya merasakan kehinaan dan penderitaan ini. Semua orang menderita, tak terkecuali para pemimpin mereka. Maka dalam diri mereka timbul niat untuk merubah keadaan ini, mereka memimpikan kemenangan. Mereka sudah bosan menjadi bangsa yang ditindas. Dalam pandangan mereka hanya ada satu jalan untuk meraih itu; perang sampai titik darah penghabisan.
Dari itu para pemimpin Bani Israel mendatangi Nabi mereka, mereka meminta dipilihkan seseorang diantara Bani Israel menjadi pemimpin perang, mampu memberikan kemenangan kepada mereka dan mengalahkan musuh-musuh Bani Israel.
Nabi mereka mengetahui ciri dari tabiat Bani Israel. Jika mereka diperintahkan untuk berperang, niscaya sebagian besar dari mereka tidak akan mau pergi ke medan perang. Nabi mereka menjawab: "mungkin saja jika kalian diwajibkan berperang, kalian tidak akan melakukannya?" perhatikan dialog yang dikatakan Nabi mereka, Al Qur'an mengisyaratkan pemahaman Nabi mereka kepada sifat-sifat dasar yang ada dalam diri Bani Israel.
Bani Israil menyanggah perkataan Nabi itu, lalu mereka berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak akan lari dari medan perang jika perintah untuk berperang datang. Dan mereka memberi alasan bahwa yang menjadikan Bani Israel enggan berperang selama ini karena tidak adanya orang yang memimpin mereka. Alasannya lainnya yang mereka sampaikan kepada Nabinya, bahwa mereka sudah tidak kuat lagi menerima kondisi tertekan dan kekalahan yang selama ini mereka alami. Oleh karena itu mereka tidak mungkin lari dari peperangan.
Ketika mendengar penjelasan dan alasan yang logis dari umatnya, Nabi mereka segera berdoa kepada Allah untuk mengabulkan permohonan mereka. Allah mengabulkan keinginan Bani Israel, Ia mewahyukan kepada Nabi itu bahwa pemimpin yang mereka inginkan itu adalah Thâlut. Dialah pemimpin yang Allah pilih untuk menuju kemenangan yang diimpikan Bani Israel.
Tetapi apa yang terjadi? Bani Israel menolak Thâlut sebagai pemimpin mereka. Mereka menginginkan seorang pemimpin dari kalangan bangsawan Bani Israel seperti tradisi yang ada selama ini. Bukan Thalut yang hanya seorang rakyat miskin, dan tidak memiliki harta benda yang setara dengan para bangsawan. "Bagaimana mungkin ia menjadi raja kami, sementara kami lebih berhak untuk menjadi raja. Ia tidak punya harta benda yang banyak!" begitulah ucapan yang keluar dari Bani Israel.
Nabi mereka cukup terkejut dengan pernyataan itu, padahal mereka tidak meminta raja dari keturunan bangsawan. Maka dengan sabar Nabi menjelaskan kepribadian yang ada dalam diri Thalut. Bahwa ia adalah seseorang yang berhak menjadi raja yang layak bagi mereka dalam timbangan Tuhan, itu memang dibutuhkan rasa keimanan untuk menerimanya. Allah memilihnya diantara Bani Israel disebabkan Thalut memilili kelebihan yang menonjol dari ilmu pengetahuan dan kekuatan fisik yang memadai untuk menjadi panglima perang. Lalu apa yang menjadikan kalian (Bani Israel) menolaknya? Sesungguhnya Allah memberikan kekuasan kepada siapa yang dikehendakinya. Dengan penjelasan ini, Nabi mereka ingin mengalahkan logika yang ada dalam jiwa Bani Israel. Oleh karena itu ia jelaskan kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri Thalut dan terpilihnya Thalut atas kehendak Allah semata. Kemudian untuk menguatkan kata-katanya, Nabi mereka berkata, "sesungguhnya tanda-tanda ia akan menjadi raja bagi kalian adalah kembalinya Tabut kepada kalian yang dibawa oleh seorang malaikat."
Tabut yang telah hilang dicuri oleh musuh Bani Israel akan kembali kepada mereka. Tanpa ada peperangan dengan musuh-musuh Bani Israel. Allah telah mengutus seorang malaikat untuk mengambil Tabut itu dan membawanya kepada mereka. Ini merupakan bukti dan petunjuk bahwa Allah dan para malaikat meridhai Thalut sebagai pemimpin mereka. Janji yang diucapkan Nabi mereka benar adanya, tak lama kemudian seorang malaikat datang kepada mereka. Akhirnya Thalut menjadi raja Bani Israel dan memerintahkan mereka untuk bersiap-siap berperang.
Di tengah perjalanan menuju medan perang, Thalut yang kini menjadi pemimpin mereka memberi pesan bahwa Allah akan menguji mereka dengan sebuah sungai. "Ketika melewati sungai itu, jangan ada yang meminum airnya. Barang siapa meminumnya berarti ia bukan seorang prajurit yang patuh dan ia bukan dari golonganku. Dan barang siapa taat atas perintah Allah, maka ia akan tetap bersamaku." Thalut hanya membolehkan meminumnya seteguk saja dan diambil dari tangan. Sekedar menghilangkan rasa haus dan membahasi bibir yang kering.
Tetapi ketika mereka sampai ke tepi sungai, kebanyakan dari mereka melanggar perintah Thalut. Kecuali sedikit saja yang tetap setia kepada Thalut. Thalut mengambil inisiatif untuk meninggalkan mereka yang melanggar perintahnya, dan mengajak pasukannya yang sedikit untuk bergegas ke medan perang.
Saat tiba di medan perang, tentaranya yang sedikit itu merasa ngeri dan takut untuk melawan musuh-musuh mereka yang berjumlah besar. Pasukan musuh yang berjumlah besar itu berada di bawah kepemimpinan Jalut (Goliat). Pasukan Bani Israel berkata kepada Thalut: "Hari ini kami tidak ada kekuatan untuk melawan Jalut dan pasukannya. Dan kami tidak berani untuk berperang melawan mereka!" lalu mereka pun pergi meninggalkan medan perang. Tinggallah di sana Thalut dan beberapa orang saja dari tentaranya. Mereka yang tetap itu adalah orang-orang yang meyakini akan bertemu Allah, mengharap surga dan segala kenikmatannya.
Melihat kondisi seperti itu, Thalut memberikan kata-kata yang memberi ketentraman kepada pasukannya: "Berapa banyak kelompok kecil sanggup mengalahkan kelompok yang lebih besar atas izin Allah! Dan Allah bersama orang-orang yang sabar." Saat memasuki peperangan Thalut berdoa kepada Allah dengan khusyu: "Wahai Tuhanku karuniakan kepada kami kesabaran, tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami dari orang-orang kafir." Allah pun berkenan memberikan pertolonganNya, Thalut dan pasukannya mendapat kemenangan.
Diantara "orang-orang sabar" yang tetap bersama Thalut adalah Nabi Daud As. Saat itu ia belum diangkat menjadi Nabi dan belum menjadi raja. Ia diangkat menjadi Nabi dan menjadi raja Bani Israel setelah peperangan ini. Dengan gagah berani ia maju kebarisan dimana Jalut berada dan kemudian membunuhnya. Dan setelah perang ini Daud diangkat menjadi raja Bani Israel dan dikaruniai ilmu yang banyak.
Pasukan Thalut kembali ke negeri Palestina dengan kemenangan. Tetapi kemengan ini tercoreng oleh ulah sebagian pasukan Bani Israel, yaitu melanggar perintah Thalut dan lari dari medan perang.
KISAH NABI IBRAHIM DAN RAJA NAMRUD
(Surah Al-Baqarah : 258)
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
Orang yang berdebat dengan Nabi Ibrahim adalah Raja Babel yaitu Namrud bin kan’an bin kuwsy bin sam bin Nuh, dan ada juga yang berpendapat bahwa yang berdebat dengan Nabi Ibrahim adalah Namrud bin Abar bin syalikh bin arfakhsyaz bin sam bin Nuh, pendapat yang pertama adalah pendapat Mujahid dengan alas an bahwa penguasa dunia di timur dan barat empat orang, dua diantaranya Mukmin dan dua lainnya kafir. Dua yang mukmin adalah Sulaiman bin Daud dan Zulqarnain, dan yang kafir adalah Namrud dan Bakhtansar.
Al-Qur’an memberikan misal tentang Namrud sebagai raja yang sezaman dengan Nabi Ibrahim (a.s.). Kerana terlalu lama berkuasa ia menjadi lupa diri. Nafsu besarnya menyebabkan ia tidak puas sekadar menjadi raja. Ia mau menjadi tuhan, lalu meminta rakyat mengakui dan menyembahnya sebagai tuhan mereka. Rasa serba mampu telah mendorongnya berlagak bagai tuhan. Tanpa malu-malu Namrud mengaku mampu melakukan sesuatu (menghidup dan mematikan) yang pada hakikatnya hanya Tuhan yang mampu melakukannya.
Dalam dialognya dengan Namrud, Nabi Ibrahim (a.s.) mengatakan bahawa Tuhanya adalah Tuhan Yang Maha Berkuasa menghidupkan dan mematikan. Namrud yang ingin menjadi tuhan merasa perlu memiliki ciri ketuhanan yang sama. Nafsu ingin menandingi Tuhan Ibrahim (a.s.) itulah yang mendorongnya berkata, "aku juga mampu menghidupkan dan mematikan" (ana uhyi wa umit). Untuk membuktikannya ia menghadirkan dua orang narapidana yang telah dijatuhi hukuman mati, yang seorang dibebaskan, manakala yang seorang lagi diperintahkan menjalani hukuman (mati). Itulah yang ia tahu tentang arti menghidupkan dan mematikan. Ia mengira bahwa ia sudah menang, ia berkhayal menjadi "tuhan". Pada hakikatnya yang terlihat dari cara berhujah (berargumentasi) dan pembuktian sedemikian itu bukan kuasa "ketuhanan"nya tetapi kuasa "kediktatoran"nya berbuat semaunya, bertindak atas seseorang sesuka hati untuk kepentingan diri.
Mungkin kerana merasa tidak ada gunanya berdebat tentang arti yang benar "menghidupkan dan mematikan" dengan orang tolol, maka Nabi Ibrahim mengubah cara berhujahnya dengan mengatakan, "Tuhanku menerbitkan matahari dari sebelah timur, coba anda terbitkannya dari sebelah barat" (al-Baqarah: 358). Kali ini Namrud tidak dapat menjawab, ia kebingungan bercampur marah. Selama ini tidak ada seorang pun berani berkutik di hadapannya sekarang ia dibantah dan Namrud terjerat dalam kesombongan dan ketololannya sendiri.
KISAH NABI ISA DAN KAUMNYA
(Surah An-Nisaa : 171)
 Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, 'Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan : "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara”.
Larangan Allah terhadap Ahlul kitab untuk berlebih-lebihan dalam masalah Isa putrid Mryam dengan memberikan tempat yang lebih tinggi dari yang telah diberikan Allah yaitu mentuhankannnya.
Isa adalah keturunan Daud dan Sulaiman. Dialah rasul dari kalangan Bani Israel yang pengaruhnya menyebar hingga di luar kalangan Yahudi. Tahun kelahirannya hingga kini dijadikan dasar perhitungan kalender Masehi. Adapun tanggal kelahirannya tidak pernah dinyatakan secara jelas. Yang pasti bukan tanggal 25 Desember yang sekarang diperingati sebagai Hari Natal, karena penentuan tanggal itu lebih dikaitkan dengan mitologi serta perhitungan astronomi menyangkut perubahan posisi bumi terhadap matahari.
Kisah Isa diawali dari peristiwa kedatangan malaikat menemui Maryam yang tinggal di kamarnya di Baitul Maqdis. Maryam menyangka malaikat itu adalah laki-laki yang hendak menggodanya. Tapi sang malaikat menyatakan dirinya hanya diutus Allah untuk menyampaikan kabar bahwa Maryam akan punya putra. Sebuah kabar yang sempat tak dipercayai Maryam karena dirinya seorang perempuan baik-baik dan tak pernah berhubungan dengan laki-laki.
Atas kehendak Allah, Maryam pun hamil. Baru menjelang abad 21, ilmu pengetahuan dapat menjelaskan bahwa secara teoritis manusia dapat mempunyai anak tanpa harus ada pertemuan antara sperma dengan sel telur, yakni dengan teknik kloning. Sekarang pun ilmu pengetahuan belum mampu menyingkap sepenuhnya fenomena kehamilan Maryam tersebut. Pada masa itu, kehamilan Maryam merupakan kontroversi besar.
Dengan menanggung beban hujatan masyarakatnya, Maryam meninggalkan Baitul Maqdis. Kalangan Nasrani meyakini Maryam melahirkan Isa di tempat pengasingannya di Baitullahim (Betlehem). Quran hanya menjelaskan saat Maryam berlindung di bawah pohon korma. Allah memerintahkan Maryam untuk menjejakkan kaki untuk memperoleh air minum, serta menggoyang pohon itu untuk mendapatkan makanan.
Kelahiran Isa mengundang tudingan keras pada Maryam. Mereka menganggap Maryam telah mencemarkan nama baik keluarganya karena mempunyai anak tanpa suami. Sekali lagi mukjizat terjadi. Isa yang masih bayi tiba-tiba berbicara menjelaskan mukjizat Allah tersebut. Isa juga memperlihatkan sejumlah mukjizat lagi ketika dewasa. Diantaranya adalah ketika ia membentuk seekor burung dari tanah liat dan burung itu tiba-tiba hidup. Ia -atas izin Allah-menghidupkan orang mati, menyembuhkan kebutaan seseorang yang dideritanya sejak lahir, serta mendatangkan makanan yang semula tak ada.
Dengan berbagai mukjizat itu, Isa segera memperoleh pengikut yang banyak. Hal demikian mencemaskan kaum elit di wilayah Palestina tersebut, baik terhadap Romawi yang berkuasa maupun kalangan pendeta Yahudi. Militer saat itu segera memburu Isa dengan bantuan Yudas, seorang pengikut Isa yang berkhianat. Rumah persembunyian Isa diketahui. Isa pun digrebek. Di sinilah perbedaan pendapat kalangan Nasrani dan Islam mulai terjadi.
Kalangan Nasrani meyakini Isa tertangkap dan dihukum salib. Penyaliban itu dianggap sebagai simbol pengorbanan Isa demi menebus dosa umat manusia. Sedangkan Quran menjelaskan bahwa yang ditangkap dan kemudian disalib bukanlah Isa melainkan orang yang wajahnya serupa Isa. Banyak kalangan menunjuk ucapan orang yang hendak dihukum salib "Eli, Eli lama sabakhtani (Tuhan..... ) sebagai bukti bahwa yang disalib tersebut bukanlah Isa. Mereka bahkan meyakini yang tersalib adalah Yudas.
Tentang keberadaan Isa kemudian, para ahli tafsir meyakini bahwa Isa "diangkat Allah" ke akhirat. Sedangkan Jamaah Ahmadiyah berpendapat bahwa Isa lolos dari kepungan tersebut, lalu menyamar sebagai orang biasa, dan wafat secara wajar.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Al-Qur’an adalah sumber petunjuk bagi manusia. Petunjuk-petunjuk Ilahi itu disampaikan dengan pelbagai cara. Ada yang secara langsung berbentuk perintah dan larangan. Dan sebagaian besar pula yang disampaikan secara tidak langsung. Misalnya menerusi kisah dan sejarah.
2.      Kisah mengenai individu-individu dan golongan-golongan tertentu yang mengandung pelajaran. Yang dengannya, Allah mengisahkan mereka seperti kisah Maryam, Luqman, orang yang melewati suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya (seperti tertera dalam surat al-Baqarah/2:259), Dzulqarnain, Qarun, Ash-habul Kahf, Ash-habul Fiil, Ash-habul Ukhdud dan lain sebagainya.
3.      Dengan menelaah kisah-kisah yang tertera dalam Al-Quran maka akan semakin meningkatkan frekwensi ketakwaan kepada Allah akan kebenaran janji-janji Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar